JAKARTA (DEEP INDONESIA) – Sesuai dengan tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024, pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg), yakni DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota berlangsung pada 1-14 Mei 2023. Delapan belas parpol nasional dan enam partai lokal Aceh yang menjadi peserta Pemilu 2024 akan menyampaikan surat keputusan persetujuan nama bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota kepada KPU yang diunggah melalui aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia mengingatkan lima hal krusial pada proses pendaftaran bacaleg yang perlu menjadi kewaspadaan dini.
Pertama, mendorong parpol untuk tidak melakukan pendaftaran menjelang hari terakhir dengan limit waktu yang sangat mepet. Selain itu, pastikan bahwa dokumen persyaratan bakal calon, termasuk juga persyaratan administrasi bakal calon sesuai Undang-Undang Pemilu dan PKPU 10 Tahun 2023, termasuk juga keabsahan legalitasnya seperti ijazah pendidikan terakhir bacaleg yang dilegalisasi instansi yang berwenang.
“Sebab, hal ini yang kerapkali menjadi potensi sengketa pencalonan. Oleh karenanya, partai dan bacaleg dapat mempersiapkan dengan matang jauh-jauh hari agar potensi sengketa di pencalonan dapat dihindari,” ucap Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati, Selasa (2/5).
Kedua, parpol perlu memerhatikan Pasal 12 poin 11, 12, dan 13 PKPU 10 Tahun 2023 yang menyebutkan “Mantan terpidana telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan hari terakhir masa pengajuan bakal calon”. Terpidana atau mantan terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik. Mantan terpidana bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Menurut Neni, hal tersebut juga terdapat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUUXX/2022 yang menegaskan soal masa jeda lima tahun bagi caleg mantan terpidana. “KPU dan Bawaslu perlu menginformasikan kepada publik siapa-siapa saja bacaleg mantan terpidana, namun akan jauh lebih baik apabila partai politik sendiri tidak mencalonkan bacaleg eks napi koruptor,” imbuhnya.
Ketiga, amanat Pasal 8 PKPU 10 Tahun 2023 terkait dengan keterwakilan perempuan yang menyebutkan bahwa “Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap Dapil; dan setiap tiga orang bakal calon pada susunan daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib terdapat paling sedikit satu orang bakal calon perempuan”. DEEP berharap, keterwakilan perempuan ini harus dikawal secara serius oleh partai, tidak hanya sekadar memenuhi kursi kosong, asal ada keterwakilan perempuan dan dipastikan dokumen persyaratan telah lengkap dan memenuhi syarat.
Keempat, mendorong KPU melakukan transparansi dan akuntabilitas bukan hanya hasil tetapi juga proses yang berlangsung pada tahapan pendaftaran Bacaleg. “DEEP mendorong KPU membuka akses informasi seluas-luasnya untuk partai politik dan masyarakat, termasuk juga memastikan jaminan keamanan dan Silon tidak terkendala. Ketertutupan hanya akan berakibat pada ketidakpercayaan publik pada penyelenggara dan mengancam integritas pemilu,” tegas Neni.
Kelima, mendorong masyarakat sipil untuk berpartisipasi aktif mengawal tahapan pendaftaran bacaleg DPR dan DPRD serta memberikan masukan dan saran apabila ditemukan adanya kejanggalan dalam proses pencalonan seperti keabsahan ijazah atau tidak terpenuhinya dokumen persyaratan lain kepada pihak yang berwenang untuk pemilu yang bersih, adil, dan berintegritas.