KompastvJAKARTA, KOMPAS.TV Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta mendalami dugaan pelanggaran kampanye Cawapres Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka saat menghadiri “Silaturahmi Nasional Desa 2023” di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (20/11/2023).

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai, Bawaslu bisa memanggil Gibran untuk mengklarifikasi dukungan yang diberikan para aparatur desa dalam acara tersebut. 

Menurutnya, dukungan aparat perangkat desa bisa menjadi awal potensi dugaan pelanggaran Pemilu. Apalagi, dukungan tersebut dilakukan di luar tahapan kampanye. 

“Meskipun belum masuk tahapan kampanye, tetapi ini menjadi informasi awal atas dugaan pelanggaran yang terjadi dan harusnya bisa dipanggil dan dilakukan klarifikasi oleh Bawaslu karena bisa masuk pasal kampanye di luar jadwal,” ujar Neni, Senin (20/11/2023), dikutip dari Kompas.com

Neni menambahkan, dukungan perangkat desa kepada pasangan Prabowo-Gibran tidak etis dan merusak tatanan demokrasi.

Ia menilai, adanya mobilisasi kepala desa sudah memperlihatkan demokrasi tanpa etika dan moralitas. 

Para kandidat terlalu bermanuver politik dengan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan di Pilpres 2024. 

Tidak menutup kemungkinan, cara-cara mobilisasi ini dapat menurunkan kualitas demokrasi dalam proses penyelenggaraan Pemilu yang menguntungkan pihak tertentu dan merugikan peserta Pemilu yang lain. 

Ia mengingatkan, dalam Pasal 29 huruf j UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), diatur bahwa kepala desa dilarang terlibat dalam kampanye pemilihan umum. Hal yang sama juga tercantum dalam Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). 

Bagi yang melanggar, sambung Neni, sanksinya juga jelas tertuang dalam Pasal 490 UU Pemilu.

Bunyi Pasal 490 UU Pemilu yakni “Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye itu dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta”.

Kemudian dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan atau tertulis. Hal itu termuat dalam Pasal 29 dan 30 serta 51 dan 52 UU Desa. 

Jika sanksi administratif itu tak dilaksanakan, mereka bisa diberhentikan sementara dan dilanjutkan dengan pemberhentian.

“Dukungan perangkat desa yang memberikan sinyal dukungan kepada pasangan Prabowo-Gibran tidak etis dan merusak tatanan demokrasi. Meskipun dilakukan di luar tahapan kampanye, tetapi ini menjadi awal potensi dugaan pelanggaran yang rentan terjadi,” ujar Neni.

Adapun para aparat perangkat desa yang hadir berasal dari beragam organisasi, yaitu Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang merupakan organisasi kepala desa aktif, Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI), Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas), DPP Asosiasi Kepala Desa Indonesia (Aksi), dan Komunitas Purnabakti Kepala Desa Seluruh Indonesia (Kompakdesi). 

Kemudian ada pula Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia (PAPPDSI), DPP Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), serta Persatuan Masyarakat Desa Nusantara.

Koordinator Nasional Desa Bersatu Muhammad Asri Anas menyatakan dukungan perangkat desa bukan bentuk kampanye.

“Kami berkomitmen tidak akan berkampanye, tidak akan memberikan dukungan terbuka, kalau tertutup ya sudahlah ya, namanya menyampaikan aspirasi, masa beraspirasi tidak diberikan support,” ujar Asri.