Kompas.tv- Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia mendesak KPU RI dan Bawaslu RI untuk segera menindaklanjuti berbagai temuan pemantau DEEP.
Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati menjelaskan pihaknya menemukan sejumlah kecurangan Pemilu 2024 di enam TPS.
Di TPS 9, Desa Gandasari, Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat formulir C-1 hasil kosong, TPS 19, Desa Sangkanhurip, Katapang, C-1 terdapat banyak pembetulan atau perbaikan.
Kemudian mengenai penjumlahan perolehan surat suara, DEEP Indonesia menemukan empat TPS di daerah Jawa Barat yang merugikan dan menguntungkan partai.
Seperti TPS 60, Desa Sangkanhurip, Katapang, Kabupaten Bandung, penjumlahan perolehan suara partai dan Celeg tidak sesuai, semula jumlah 60, seharusnya 50.
Kemudian di TPS 7, Desa Katapang, penjumlahan perolehan suara partai dan Celeg semula jumlahnya 85, seharusnya 81. Kedua data ini sangat menguntungkan partai.
Selanjutnya jumlah perolehan surat suara yang merugikan partai terjadi di TPS 6, Desa Margahayu Tengah, Margahayu, Kabupaten Bandung, semula jumlahnya 44, seharusnya 144.
Serta TPS 30, Desa Margahayu Tengah, Margahayu, Kabupaten Bandung. Semula jumlahnya 44, seharusnya 144.
“Kami mendesak KPU dan Bawaslu untuk melakukan investigasi terhadap seluruh temuan hasil pemantauan DEEP Indonesia dengan menginventarisasi dan memetakan berbagai masalah yang terjadi pada proses pemungutan dan penghitungan suara,” uajr Neni saat jumpa pers Catatan Kelam Kecurangan Pemilu 2024 dari Koalisi Masyarakat Sipil, Kamis (22/2/2024) malam.
Neni menambahkan kesiapan dan mitigasi risiko menjadi hal yang penting untuk mengantisipasi potensi kerawanan yang terjadi.
Pemantauan yang dilakukan DEEP Indonesia, di tujuh provinsi yakni Jawa Barat, Papua Barat Daya, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Lampung, terdapat tujuh permasalahan yang terjadi di TPS terkait lemahnya kesiapan dan mitigasi risiko penyelenggara Pemilu.
Seperti TPS dibuka di atas pukul 07.00 yang terjadi di 32 TPS, kotak suara tidak tersegel di 17 TPS.
TPS tidak aksesibel dengan disabilitas 23 TPS, pemilih tidak menerima form C pemberitahuan KPU 25 TPS, TPS direlokasi karena bencana 2 TPS, Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), tidak bisa memilih 1 TPS.
Kemudian saksi terlambat memberikan mandat terjadi di 27 TPS serta tidak tersedianya alat bantu tunanetra di 17 TPS.
Selain itu DEEP Indonesia juga menemukan masalah logistik Pemilu tertukar yang membuat profesionalitas penyelenggara Pemilu dipertanyakan.
Permasalahan tersebut di antaranya surat suara tertukar di 21 TPS, surat suara rusak di 2 TPS, surat suara kurang di 18 TPS, surat suara hilang di 5 TPS dan surat suara tercoblos di 8 TPS.
“Dari tujuh provinsi yang dilakukan pemantauan, temuan paling banyak ada di Provinsi Jawa Barat,” ujar Neni.
“Kami berharap ada transparansi dan akuntabilitas dalam merespons temuan-temuan dari civil society selama pemantauan berlangsung dan melakukan komunikasi publik secara dua arah agar mendapatkan informasi yang komperhensif seperti kegaduhan yang terjadi pada Sirekap,” sambung Neni.