HASIL PEMANTAUAN NASIONAL DAN EMPAT PROVINSI PADA PENCERMATAN DCT, DEEP : MAYORITAS PARTAI TIDAK PENUHI KETERWAKILAN PEREMPUAN 30%
JAKARTA. Tidak hanya di tingkat nasional sejumlah 17 partai politik yang masih mendaftarkan calon anggota DPR RI yang tidak memenuhi jumlah minimal 30 persen perempuan untuk sejumlah daerah pemilihan. Hal ini juga terjadi di tingkat provinsi dan bahkan kabupaten/kota. Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia yang merupakan lembaga pemantau pemilu yang telah terakreditasi Bawaslu Republik Indonesia melakukan pencermatan DCT di empat provinsi yakni Jabar, Gorontalo, Lampung dan Banten. Dari Empat provinsi yang dilakukan pencermatan tersebut, nyaris tidak ada satu provinsi pun yang terpenuhi jumlah minimal 30 persen keterwakilan perempuan untuk sejumlah daerah pemilihan. Hal ini mengindikasikan bahwa partai politik tidak serius menindaklanjuti surat dinas yang disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar memenuhi keterwakilan perempuan 30% di setiap daerah pemilihan. Padahal, amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan.Berikut ini adalah jumlah dapil di masing-masing provinsi yang tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30%. DEEP melakukan hasil pencermatan dari DCT yang telah diumumkan oleh KPU di website dan dianalisa setiap daerah pemilihan.
- Provinsi Jawa Barat
Dari total 18 partai politik di Provinsi Jawa Barat yang menjadi peserta pemilu 2024, partai yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30% di setiap daerah pemilihan hanya PKS dan Gerindra. Di Jawa Barat, Nasdem adalah partai yang dapilnya paling banyak tidak terpenuhi di pencalonan untuk keterwakilan perempuan 30%. Diikuti Demokrat, Golkar, Gelora, PAN, PPP, PKB, Garuda, Hanura, PBB, PKN,PSI, Perindo, PDIP, Buruh dan Partai Umat.
2. Provinsi Lampung
Dari total 18 Partai Politik yang menjadi peserta pemilu 2024, partai yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30% di setiap daerah pemilihan cukup banyak yakni PKB, PDIP,Golkar, PKS, PKN, Garuda, PAN, PBB, Demokrat, PSI dan Perindo. Hal ini menjadi angin segar, sebab partai politik memiliki kesadaran akan pentingnya menghadirkan keterwakilan perempuan 30% di pencalonan. Sementara untuk Gerindra, Nasdem, Partai Buruh, Gelora, Hanura, PPP dan Partai Umat masih belum memenuhi 30% keterwakilan perempuan.
3. Provinsi Banten
Dari total 18 partai politik di Provinsi Banten yang menjadi peserta pemilu 2024, partai yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30% di setiap daerah pemilihan adalah Gerindra, Partai Buruh, PKS, PAN dan Perindo. Sementara, partai yang paling banyak dapil tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30% adalah Gelora, PKB, Partai Umat, Demokrat, Golkar, Nasdem, PKN, Hanura, Garuda, PDIP, PBB, PSI dan PPP.
4. Provinsi Gorontalo
Dari total 17 partai politik di Provinsi Gorontalo yang menjadi peserta pemilu 2024, partai yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30% di setiap daerah pemilihan adalah PDIP, PKS, Gelora, PAN, PSI, Perindo, PPP dan Partai Umat . Sementara, partai yang paling banyak dapil tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30% adalah Hanura, Nasdem, PKB, Gerindra, Golkar, Partai Buruh, Garuda, PBB dan Demokrat.
CATATAN KRITIS HASIL PEMANTAUAN
Dari hasil pencermatan DCT di tingkat nasional dan 4 Provinsi, DEEP memandang beberapa hal sebagai berikut :
- Berkaitan dengan 30% keterwakilan perempuan yang menjadi syarat pencalonan, hasil pencermatan di tingkat nasional yang dilakukan oleh Netgrit dan sejumlah organisasi yang fokus di isu-isu perempuan, juga dengan hasil pencermatan DEEP yang dilakukan di empat provinsi mengindikasikan ada langkah mundur afirmasi perempuan, bukan hanya di tingkat nasional tetapi massif sampai dengan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dari total 18 partai politik di tingkat nasional dan daerah, yang mampu menyertakan keterwakilan perempuan hanyalah PKS. Sementara partai yang lain tidak mengindahkan surat dinas atau surat imbauan yang disampaikan oleh KPU RI kepada partai politik pasca putusan Mahkamah Agung. KPU juga berdalih tidak terpenuhinya kuota 30% tidak akan memberikan dampak apapun untuk partai politik karena tidak ada sanksi sehingga semua hanya diserahkan kepada masyarakat terkait dengan penilaian kepada partai politik. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang serius karena dapat berdampak pada menurunnya jumlah perempuan yang terpilih baik itu sebagai DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Selain itu, situasi ini juga mengindikasikan partai politik tidak menjalankan amanah amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan.
- Berkaitan dengan 27 mantan terpidana korupsi yang ditetapkan sebagai calon legislative DPR RI di Pemilu 2024, hasil pemantauan sementara DEEP Indonesia, 16 orang diantaranya status hukum mantan terpidana disembunyikan sehingga tidak dapat dilihat oleh pemilih. Alasannya adalah karena caleg yang bersangkutan tidak berkenan untuk dibuka daftar riwayat hidupnya. Hal ini tentu menjadi keresahan bersama, bagaimana mungkin masyarakat bisa mengenali rekam jejak calegnya di setiap dapil ketika informasi tersebut ditutup secara sengaja oleh caleg dan KPU. Bahkan ada caleg yang dicantumkan tidak memiliki status hukum padahal jelas yang bersangkutan adalah mantan terpidana kasus korupsi. Atas dasar hal ini, DEEP sangat menyayangkan sikap caleg tersebut yang enggan mengungkap status hukumnya secara terbuka dan jujur kepada publik. Caleg itu sudah tidak jujur kepada pemilih sedari awal. Apabila terpilih, tentu kejujuran mereka dalam bekerja patut dipertanyakan, apalagi mereka pernah mencuri uang rakyat. Caleg tersebut berupaya menyembunyikan status hukumnya sebagai mantan terpidana kasus korupsi demi memenangkan pemilihan. Mereka jelas berupaya memanipulasi penilaian para pemilih. Publik pada akhirnya menjadi tidak tahu bagaimana rekam jejak caleg tersebut, apalagi dia pernah tersangkut kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa. Penutupan status hukum itu membuat masyarakat tidak tahu dan akhirnya memilih dia. KPU selalu berdalih bahwa DRH termasuk dalam informasi yang dikecualikan. Publikasi riwayat hidup caleg, termasuk status hukumnya, harus mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan. Sebab riwayat hidup termasuk data pribadi yang dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi KPU untuk mempublikasikan status hukum seseorang, termasuk yang mantan terpidana. Padahal dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, DRH Caleg itu termasuk informasi publik. Sebab, informasi yang dikecualikan setidaknya harus memenuhi tiga asas, yakni sifatnya terbatas, telah dilakukan uji konsekuensi, dan informasi sifatnya tidak permanen. Uji konsekuensi diperlukan untuk melihat dampak positif dan negatif dari informasi tersebut yang kemudian ditetapkan dalam format berkekuatan hukum.
- Atas dasar hal tersebut, DEEP mendesak KPU untuk melakukan transparansi dan akuntabilitas termasuk juga membuka DRH untuk Caleg yang tidak berkenan dibuka datanya sebagai informasi publik dan tidak menyembunyikan status mantan terpidana kasus korupsi. KPU juga semestinya dapat memberikan sanksi kepada partai politik yang tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30% di setiap daerah pemilihan baik itu nasional ataupun daerah.
- Mendesak Bawaslu untuk menyampaikan hasil pengawasan pencermatan DCT secara transparan dan akuntabel kepada publik sebagai bagian dari pertanggungjawaban institusi pengawas pemilu, sebab hingga saat ini, Bawaslu belum melakukan rilis hasil pengawasan pada sub tahapan pencermatan DCT kepada public baik itu yang terkait dengan keterwakilan perempuan, caleg eks napi koruptor ataupun caleg lain yang berpotensi tidak memenuhi syarat.
- Mendesak partai politik untuk membuka DRH Caleg sebagai bagian dari proses kejujuran dan transparansi untuk proses demokrasi yang semakin lebih baik. Semakin partai tertutup maka semakin sulit masyarakat mengenali caleg dari masing-masing daerah pemilihan. Selain itu juga meminta partai politik untuk dapat memenuhi keterwakilan perempuan sebagaimana amanat undang-undang pemilu dalam rangka mewujud demokrasi yang berkeadilan gender.
Narahubung
Neni Nur Hayati, Direktur DEEP, 081320091612/082128182931