alinea.id– Potensi pemilu bakal dipenuhi kecurangan dan kasus-kasus ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) menyeruak setelah Gibran Rakabuming Raka resmi diusung menjadi cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Presiden Joko Widodo, ayah Gibran, diyakini bakal ikut “cawe-cawe” untuk memastikan pasangan itu memenangi kontestasi elektoral.
Peneliti senior Populi Center Usep Saepul Ahyar meminta agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI merancang strategi khusus untuk menghadapi potensi kecurangan dan ketidaknetralan ASN di pemilu. Ia memandang gejala-gejala kecurangan itu sudah mulai terlihat.
Usep mencontohkan penurunan baliho pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Bali, beberapa waktu lalu. Ia menduga tindakan itu sengaja dilakukan penjabat Gubernur Bali Mahendra Jaya untuk memuluskan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke provinsi tersebut.
“Sulit untuk menyangkal bila Presiden bakal netral dalam Pemilu 2024. Apalagi, sang anak (Gibran Rakabuming Raka) juga maju. Sulit juga membantah bila aparat tidak digunakan untuk kepentingan politik,” kata Usep saat dihubungi Alinea.id, Senin (7/11).
Gibran mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres setelah Mahkamah Konstitusi merilis putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu.
Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah. Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah paman Gibran.
Menurut Usep, seluruh penjabat kepala daerah saat ini berada di bawah “kendali” presiden. Keberadaaan para penjabat yang tak dipilih langsung oleh rakyat itu potensial dijadikan alat pemenangan pasangan calon tertentu.
Selain itu, ia juga tak percaya Jokowi bakal benar-benar menghukum penjabat kepala daerah yang terindikasi memihak Prabowo-Gibran. “Jokowi itu antara panggung belakang dengan panggung depan berbeda. Dia bilang penjabat kepala daerah harus netral. Padahal, tidak demikian,” ucap Usep.
Usep berkata Pemilu 2024 merupakan pertaruhan integritas Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu. Sebelum melakukan pengawasan, ia juga meminta agar Bawaslu menjaga netralitas. Pasalnya, Usep melihat pengkondisian pemenangan Prabowo-Gibran sudah sangat terencana.
“Kalau berharap dengan masyarakat untuk berani melaporkan, menurut saya, agak susah karena ini hampir semuanya sudah termanajemen dengan baik untuk kepentingan tertentu. Selain itu, penyelenggara itu juga harus awas. KPU dan Bawaslu yang dituntut profesional. KPU itu kan punya kaki sebenarnya. Di kecamatan itu kan punya panita pengawas,” ucap Usep.
Tak hanya aparat penegak hukum dan ASN, isu ketidaknetralan lembaga negara dalam pemilu juga dialamatkan kepada KPU. Saat ini, KPU digugat Rp75 triliun karena meloloskan pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Ketika Gibran didaftarkan, belum ada PKPU yang dibuat sebagai aturan turunan putusan MK.
Ketika itu, PKPU tidak bisa dibuat lantaran anggota DPR sedang masa reses. Sebagaimana amanat undang-undang, KPU harus berkonsultasi dengan Komisi II DPR dalam penyusunan PKPU.
Persoalan netralitas instansi dan lembaga negara dalam pemilu sebelumnya sempat disinggung bacapres Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan usai makan siang bersama Jokowi di Istana Kepresidenan, akhir Oktober lalu. Secara khusus, Ganjar berharap semua penyelenggara negara tidak berpihak kepada salah satu pasangan.
“Demokrasi kalau tidak ada netralitas menjadi sangat parsial menjadi berat sebelah. Tugas kita, yuk jaga bersama-sama pemilu ini supaya damai, para aparaturnya betul-betul imparsial. Semua bisa berjalan dengan fair dan kita bisa saling menjaga,” kata Ganjar.
Senada, Anies mengingatkan agar Jokowi menjaga netralitas di Pemilu 2024. Ia menyebut banyak pihak yang menitipkan pesan itu untuk disampaikan ke Jokowi. “Dan menegaskan kepada seluruh aparat untuk menjaga netralitas di dalam pilpres, pemilu,” kata Anies.
Harus diwaspadai
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai gejala pengerahan aparatur negara untuk pemenangan Pilpres 2024 sudah mulai terasa dan patut diwaspadai.
Namun, ia pesimistis Bawaslu bisa tegas menindak aparat atau ASN yang terlibat pemenangan pemilu. Sebagai contoh, hingga kini belum ada imbauan dari Bawaslu kepada para menteri Jokowi yang jadi caleg untuk tidak mempolitisasi anggaran dan program.
“Pencegahan dini sebelum potensi pelanggaran itu terjadi. Tetapi, tidak ada langkah inovasi dan kreativitas Bawaslu dalam menegakkan keadilan pemilu. Karena instrumen hukum pemilu tidak cukup memberikan keadilan, pilpres dan pileg ini kan berkelindan sehingga sangat sulit untuk dikontrol,” kata Neni kepada Alinea.id.
Anggota Bawaslu, Puadi menyebut sudah membaca sinyalemen kekhawatiran publik mengenai pemilu bakal dipenuhi kecurangan. Ia menegaskan Bawaslu bakal tetap netral dan profesional dalam menjalankan tugas-tugas pengawasan terhadap penyelenggara pemilu.
“Bawaslu diawasi oleh masyarakat dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu memastikan akan profesional bekerja dan hanya berpihak pada kepentingan publik. Kerja-kerja pengawasan Bawaslu bisa dinilai oleh publik. Bawaslu dalam melakukan pengawasan menggunakan paradigma cegah dan tindak,” kata Puadi.