Kompas.id– Setelah masa pendaftaran bakal calon kepala-wakil kepala daerah di Pilkada 2024, 27-29 Agustus lalu, total ada 43 daerah yang hanya memiliki satu pasangan bakal calon yang mendaftar. Rinciannya, di 1 provinsi, 37 kabupaten, dan 5 kota.

Dari 43 pasangan bakal calon tunggal tersebut, tidak ada satu pun kandidat yang mendapatkan dukungan penuh dari 18 partai politik peserta pemilu. Sebagian parpol, terutama yang tidak memiliki kursi di DPRD, belum memberikan dukungan. Namun, akumulasi persentase suara dari parpol yang belum memberikan dukungan itu tidak ada yang mencapai ambang batas pencalonan yang berkisar 6,5-10 persen suara sah pada pemilu lalu.

Karena itu, mengacu pada UU Pilkada, KPU memperpanjang masa pendaftaran. Pendaftaran dibuka sejak Senin (2/9/2024) dan akan berakhir hari ini (4/9/2024). Namun, ini hanya berlaku untuk 41 daerah. Adapun dua daerah lainnya di Aceh, yakni Aceh Utara dan Aceh Tamiang, KPU masih akan membahas waktu perpanjangan pendaftaran. Sebab, mengacu pada Pasal 37 Ayat (2) Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pilkada, perpanjangan pendaftaran di Aceh harus didahului dengan penundaan selama 10 hari, sebelum dilakukan perpanjangan pendaftaran selama tiga hari.

Selama masa perpanjangan pendaftaran, parpol yang telah memberikan dukungan untuk calon tunggal, bisa mengubah dukungannya, dan mengajukan pasangan bakal calon lain.

Di daerah mana saja calon tunggal muncul?

Salah satunya di Pilkada Surabaya. Yang mendaftar ke KPU hanya satu pasang calon, yakni pasangan petahana Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Wakil Wali Kota Surabaya Armuji. Pasangan dari PDI-P ini diusung pula oleh sembilan parpol lain peraih kursi DPRD Kota Surabaya pada Pemilu 2024. Selain itu, dukungan juga datang dari partai politik nonparlemen.

Selain itu, potensi calon tunggal melawan kotak kosong juga terjadi di Kabupaten Balangan dan Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Di Balangan baru pasangan Abdul Hadi-Akhmad Fauzi yang mendaftar. Pasangan ini diusung PPP, Partai Nasdem, Partai Demokrat, PAN, PKS, Partai Golkar, dan Partai Gerindra. Adapun di Tanah Bumbu hanya pasangan Andi Rudi Latief-Bahsanudin yang mendaftar ke KPU Tanah Bumbu. Mereka mendapatkan dukungan dari delapan partai politik, yaitu Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PDI-P, Partai Demokrat, Partai Nasdem, PKS, dan PAN.

Sementara di Pilkada Ciamis, Jawa Barat, waktu perpanjangan pendaftaran dari KPU bukannya melahirkan calon alternatif. Yang terjadi, parpol yang belum memberikan dukungan justru memanfaatkan waktu perpanjangan untuk ikut mengusung calon tunggal. Parpol dimaksud Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ikut bersama 15 parpol lain mengusung pasangan Herdiat Sunarya-Yana D Putra.

Tidak hanya kali ini, calon tunggal juga muncul di setiap gelaran pilkada sejak Pilkada 2015. Berdasarkan catatan Kompas, calon tunggal yang muncul dalam tiga kali pilkada terakhir ditemukan di 50 daerah atau berkisar 8-9 persen dari total daerah yang menyelenggarakan pilkada. Di Pilkada 2020, ada 25 daerah yang diikuti oleh calon tunggal dari 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Sementara pada Pilkada 2018, ada 16 daerah dengan calon tunggal dari 171 daerah yang melaksanakan pilkada. Adapun calon tunggal pada Pilkada 2017 tersebar di 9 daerah dari 101 daerah yang melaksanakan pilkada. Dari seluruh daerah dengan calon tunggal yang melawan kotak kosong, hampir semua calon tunggal itu menang. Hanya calon tunggal di Makassar pada Pilkada 2018 yang kalah dari kotak kosong.

Kotak kosong misalnya muncul di Pilkada Kaltim pada 2020. Meski berkurang, kotak kosong masih saja muncul di Pilkada 2024.

Apakah calon tunggal bagian dari strategi parpol agar menang mudah di Pilkada?

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang, Asrinaldi berpendapat, dirinya dari awal melihat ada kecenderungan pilkada melawan kolom atau kotak kosong adalah by design. Sebab, seperti di Pilkada Dharmasraya, Sumatera Barat, yang bercalon tunggal, partai-partai parlemen/pemilik kursi di DPRD Dharmasraya sebagai pemegang ”tiket” pencalonan, cenderung diarahkan untuk satu pasangan calon. ”Bukan karena tidak ada kandidat. Kandidat banyak, seperti mantan Bupati Dharmasraya Adi Gunawan. Itu juga kuat, tetapi dia sebagai Ketua Partai Golkar saja tidak dapat partai,” katanya.

Indikasi bahwa calon tunggal bagian dari rekayasa sudah lama terendus. Indikasi partai politik membentuk koalisi besar untuk menghadirkan hanya satu pasangan calon kepala-wakil kepala daerah di pilkada terlihat dari wacana Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus. KIM merupakan koalisi parpol pendukung presiden-wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pada pilkada di sejumlah daerah strategis, seperti di Jakarta, KIM berupaya merangkul parpol di luar KIM bergabung dan disebut KIM plus sehingga menutup peluang parpol lain mengusung calon.

Adapun dosen jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Luthfi Makhasin, melihat, setiap daerah yang bercalon tunggal punya persoalan dan faktor yang berbeda. Misalnya, kata Luthfi, ada krisis figur di tingkat lokal. Partai tidak punya alternatif kandidat lain yang mumpuni atau bersedia maju di Pilkada 2024. Pertimbangan lain yang sudah klasik terjadi, kemungkinan perkara logistik. Yang terpenting, katanya, ini merupakan krisis kaderisasi di partai. Partai tidak punya kader yang dianggap kapabel, populer, dan mumpuni untuk berkontestasi sebagai calon pemimpin daerah.

Apa respons publik dengan banyaknya kotak kosong di pilkada?

Sejumlah kelompok masyarakat sipil mendesak parpol untuk memanfaatkan perpanjangan masa pendaftaran calon dengan menghadirkan kandidat alternatif. Parpol memungkinkan memanfaatkan itu karena ambang batas pencalonan telah dilonggarkan Mahkamah Konstitusi (MK). Ditambah lagi, KPU tidak melarang parpol yang sudah mengusung calon tunggal, mengubah dukungannya dan menghadirkan calon lain.

Putusan MK yang dibacakan 20 Agustus lalu menyatakan aturan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah hasil pemilu tak berlaku. MK lantas memberlakukan ambang batas yang lebih rendah atau disetarakan dengan syarat dari jalur perseorangan, yakni berkisar 6,5-10 persen suara sah pada pemilu lalu.

Apakah parpol memanfaatkan perpanjangan masa pendaftaran dari KPU agar muncul calon lain?

Sejumlah partai politik menyatakan tidak akan mengubah keputusan pengusungan calon kepala-wakil kepala daerah di daerah-daerah bercalon tunggal meski Komisi Pemilihan Umum telah memperpanjang waktu pendaftaran. Partai politik tersebut akan tetap mengusung bakal calon kepala-wakil kepala daerah yang telah didaftarkan pada 27-29 Agustus lalu.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Mabruri mengatakan, terbitnya putusan MK sepekan sebelum pendaftaran calon kepala daerah dibuka membuat partai kesulitan untuk mempersiapkan kandidat.

Apa yang terjadi jika kotak kosong menang di pilkada?

Menurut pengajar hukum pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, sejarah kemenangan kotak kosong di Pilkada Makassar 2018 dan perolehan suara kotak kosong yang hampir mencapai 50 persen di Pilkada Humbang Hasundutan 2020, menunjukkan masyarakat memahami ada opsi lain yang bisa dipilih ketika kontestasi pilkada di daerahnya diikuti calon tunggal.

Publik mulai mengerti bahwa pada surat suara yang bakal dicoblos, opsi kolom kosong atau kotak kosong juga bisa menjadi pilihan yang sah. Hal ini pun bisa menjadi bekal bagi masyarakat untuk membangun kesadaran melawan calon tunggal.

Menjelang Pilkada 2024, Titi memperkirakan gerakan kontra calon tunggal pun bakal menguat. Sebab, kesadaran publik terhadap indikasi hukum dan penyelenggaraan pilkada yang tak sejalan dengan demokrasi juga semakin kuat.

Anggota KPU Idham Holik menuturkan, jika calon tunggal tidak memperoleh suara sah lebih dari 50 persen atau artinya kotak kosong menang, akan diadakan pilkada kembali. ”Kapan pemilihan berikutnya itu? Masih ada dua alternatif yang akan kami konsultasikan ke DPR. Selama periode pemerintahan pascapilkada tahun 2024 ini, (daerah) akan dipimpin oleh penjabat sementara,” kata Idham.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati berpendapat regulasi di Pasal 54D UU Pilkada memang bisa diartikan dengan dua tafsir. Pelaksanaan pilkada berikutnya bisa diartikan pada 2029 atau ketika ada keserentakan pilkada lagi. Namun, bisa juga hal itu ditafsirkan pilkada di tahun berikutnya, yaitu pada 2025.

”Ketika opsi yang dipilih menunggu Pilkada 2029, sementara daerah diisi oleh penjabat. (Maka itu bisa) terlalu lama. Ini akan mendistorsi kedaulatan rakyat dan membuat daerah tidak memiliki kepemimpinan definitif jika harus menunggu lima tahun kemudian,” kata Neni.