mediaindonesia.com– Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar penghitungan surat suara lewat dua panel di tempat pemungutan suara (TPS) dinilai dilematis. Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai konsentrasi terbelah dari penghitungan yang berbarengan bakal memecah konsentrasi. “Yang mengakibatkan proses penghitungan tidak akurat karena di lokasi yang sama juga dilakukan penghitungan,” jelas Neni kepada Media Indonesia, Kamis (7/9).

Ia mengatakan, sejumlah sarana dan prasarana harus dipenuhi sebelum rencana penghitungan dua panel diimplementasikan. Selain fasilitas TPS yang memadai, Neni juga menyoroti kehadiran pengawas di TPS yang hanya satu orang. Baca juga: KPU Pertahankan Sistem Noken di Papua untuk Pemilu 2024, Ini Tanggapan Pengamat Di sisi lain, ia menyebut inovasi yang dilakukan KPU juga perlu dipertimbangkan, mengingat model penghitungan dua panel bakal mengurangi beban kerja-kerja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Neni mengakui, penghitungan surat suara dengan lima jenis pemilihan dalam satu hari memang menjadi tantangan yang besar.

“Jika memang konsep dua panel ini akan diberlakukan, Bawaslu juga harus memiliki inovasi dalam strategi pengawasan di TPS. Bagaimana penghitungan dua panel bisa diawasi dengan baik oleh pengawas TPS” tandasnya.

Sebelumnya, model penghitungan suara dua panel diakomodir KPU melalui rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum atau Tungsura.

Pasal 45 rancangan PKPU Tungsura membagi panel penghitungan suara menjadi panel A yang bertugas menghitung hasil pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota DPD. Sementara itu, panel B menghitung hasil pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Namun, model dua panel itu dilakukan bagi TPS yang memiliki lokasi serta sarana dan prasarana cukup memadai. Selain itu, harus disetujui pula oleh KPPS, saksi, maupun pengawas TPS yang hadir. Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/611587/penghitungan-suara-pemilu-2024-dua-panel-dilematis
Pasal 45 rancangan PKPU Tungsura membagi panel penghitungan suara menjadi panel A yang bertugas menghitung hasil pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota DPD. Sementara itu, panel B menghitung hasil pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Namun, model dua panel itu dilakukan bagi TPS yang memiliki lokasi serta sarana dan prasana cukup memadai. Selain itu, harus disetujui pula oleh KPPS, saksi, maupun pengawas TPS yang hadir.

Sementara itu, anggota Bawaslu RI menyebut model penghitungan dua panel bakal menimbulkan potensi persoalan, utamanya karena ketersediaan pengawas TPS yang hanya satu orang, sementara harus mengawasi dua panel perhitungan suara.

Menurutnya, seorang pengawas di TPS tidak mungkin dapat bekerja mengawasi dua panel sekaligus. Terlebih, akan ada banyak sekali potensi kesalahan, kecurangan, dan ketidaksesuaian hasil dalam tahap penghitungan suara yang harus selalu diawasi.

Ia berpendapat, rencana tersebut akan masuk akal jika pengawas yang bertugas pada TPS sebanyak dua orang. Namun, Puadi mengingatkan bahwa pengimplementasian hal tersebut memerlukan perubahan undang-undang (UU), sehingga keduanya dapat mengawasi masing-masing panel.

“Artinya, harus ada pasal yang mengatur pengawas TPS dalam UU Pemilu diubah dan disesuaikan dengan wacana KPU tersebut”, tandas Puadi.