Hindari Kepentingan Politik, Pembahasan RUU Pemilu Harus melalui Pansus DPR

JAKARTA – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati berharap agar Rancangan Undang-Undang Pemilu tidak dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk menghindari munculnya kepentingan politik tertentu.

Dia berkaca pada pembahasan RUU Pilkada yang digelar kilat oleh Baleg pada Agustus 2024. Ketika itu, RUU Pilkada batal disahkan setelah diprotes keras oleh publik karena poin-poin revisi dianggap kental kepentingan politik.

“Kalau dibahas di Baleg, RUU Pemilu dikhawatirkan menjadi alat politis dan transaksional untuk menguntungkan segelintir elite dan kepentingan kelompok. Apalagi, sudah menguat narasi pilkada dikembalikan ke DPRD,” ujar Neni, Minggu 11 Mei 2025.

Sebelumnya, pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, diperebutkan Baleg dan Komisi II. Wakil Ketua Baleg, Ahmad Doli Kurnia menyebut pihaknya berhak membahas RUU Pemilu karena RUU Pemilu diusulkan masuk Prolegnas 2025 oleh Baleg.

Tapi, pernyataan Doli dibantah oleh Wakil Ketua Komisi II Aria Bima, yang mengungkapkan bahwa pihaknya sudah bersurat pada pimpinan DPR agar RUU Pemilu dikembalikan pembahasannya ke Komisi II.

Sebab, lazimnya RUU Pemilu dibahas II mengingat pihak-pihak terkait kepemiluan, seperti Kemendagri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI merupakan mitra kerja Komisi II.

Jika tidak dikembalikan ke Komisi II, Aria mengusulkan agar DPR membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas RUU Pemilu.

Dengan begitu, Baleg dan Komisi II bisa mengirimkan orang-orang yang kompeten untuk membahasnya.

Neni Nur Hayati mengamini pernyataan Aria Bima. Menurutnya, revisi UU Pemilu akan lebih tepat bila dibahas oleh pansus agar setiap fraksi di DPR bisa mengutus anggotanya yang kompten dalam pembahasan.

“Jadi, dibahasnya bukan di Baleg atau Komisi II, tetapi melalui pansus dimana setiap fraksi mengirimkan anggotanya yang dianggap memiliki kapasitas, kapabilitas, serta pengalaman untuk membahasnya,” imbuhnya.

Dia mengingatkan agar RUU Pemilu segera dibahas untuk mencegah terulangnya penyelenggaraan Pemilu 2024 yang dianggap penuh masalah.

Setidaknya ada empat aspek krusial yang perlu dibahas dalam RUU itu, yakni terkait penyelenggara pemilu, sistem pemilu, keselamatan pemilu, dan mekanisme penyelesaian sengketa pemilu.

“Kalau bisa, pembahasan RUU Pemilu selesai di 2025. Masyarakat sipil sudah punya naskah akademik dan usulan revisinya. Jadi, tinggal kemauan dari parlemen saja,” tutup Neni.

Add a Comment

Your email address will not be published.