Jeda Pemilu Nasional dan Lokal Dua Tahun Untuk Dongkrak Partisipasi Pemilih
Mediaindonesia.com- Jeda waktu dua tahun antara pemilu tingkat nasional dan lokal diperlukan guna mendongkrak partisipasi pemilih. Agenda keserentakkan pemilu dan pilkada yang digelar tahun ini cukup menjadi pembelajaran bagi pemilih karena merasa kewalahan.
Direktur Democracy And Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan, Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 membuat pemilih jenuh sehingga enggan datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Penyelenggaraan pemilu dan pilkada dalam satu tahun juga menyebabkan kekecewaan politik.
DEEP, sambung Neni sudah melakukan wawancara ke sejumlah pemilih yang memilih tak datang ke TPS. Ia mengungkap, rata-rata yang diwawancarai justru mereka yang memiliki literasi dan kesadaran politik tinggi. Artinya, memilih tak datang ke TPS adalah pilihan tersendiri ketimbang harus mencoblos kandidat yang tidak sesuai harapan dalam mengedepankan nilai-nilai demokrasi. "Munculnya calon-calon yang ada tidak menjawab permasalahan yang sedang dihadapi dan kurang mampu mengelaborasi isu lokal di daerahnya sehingga dianggap kurang memiliki kecakapan," terang Neni kepada Media Indonesia, Rabu (11/12).
Neni berpendapat, jeda waktu penyelenggaraan pemilu tingkat nasional dan lokal juga dapat menjadi momentum bagi partai politik untuk melakukan kaderisasi yang baik. Sehingga, calon-calon yang disodorkan ke pemilih, baik presiden-wakil presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah dapat diterima baik oleh masyarakat.
"Pemerintah dan DPR Komisi 2 perlu kembali memikirkan agar ada jeda dari pemilu serentak ke pilkada agar mengurangi kebosanan pemilih," terangnya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan DEEP, Neni mengungkap bahwa partai politik juga merasa berat untuk mengikuti kontestasi pemilu dan pilkada dalam satu tahun yang sama, terutama dari sisi biaya politik. Oleh karenanya, calon yang disiapkan partai terkesan hanya sekadar formalitas.
"Pemilahan antara pemilu nasional dan daerah dipandang efektif mengingat isu yang diangkat di masing masing level juga bisa terintegrasi dan masyarakat bisa fokus mengenal kandidat dan rekam jejak yang cukup waktu," tandas Neni.
Upaya memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal saat ini sedang diperjuangkan Perludem lewat uji materi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, pemaknaan keserentakkan dimaknai dalam pemilu dan pilkada di tahun yang sama.
Pemilu 2024 merupakan momen bagi pemilih memilih lima surat suara, yakni presiden-wakil presiden, DPD, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Sedangkan pada Pilkada 2024, pemilih diberikan dua surat suara, yaitu gubernur-wakil gubernur dan bupati-wakil bupati/wali kota-wakil wali kota.
Sementara, pemisahan yang diharapkan perludem adalah pemilu tingkat nasional untuk mencoblos presiden-wakil presiden, DPD, dan DPR RI. Sedangkan pemilu tingkal lokal yang digelar dua tahun setelahnya untuk mencoblos DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur-wakil gubernur, dan bupati-wakil bupati/wali kota-wakil wali kota. (Tri/I-2)