Kesiapan Infrastruktur Jadi Tantangan Jika E-Voting Diterapkan untuk Pemilu

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menyoroti kesiapan infrastruktur di pelosok daerah jika sistem e-voting diterapkan di Indonesia. Dia mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah terkait infrastruktur jika sistem e-voting ini akan diterapkan dalam pemilihan presiden, legislatif hingga kepala daerah. Selain itu, harus ada kesepakatan politik para peserta pemilu untuk menggunakan sistem tersebut. "Tantangan yang cukup berat adalah kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur digital yang belum merata, dan kesepakatan politik dari semua peserta pemilu," kata Neni saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/5/2025).

"Saat ini, teknologi digital seperti Sirekap yang sudah digunakan, namun belum bisa menggantikan rekapitulasi manual sepenuhnya. Termasuk juga bagaimana kesiapan anggaran," ucapnya lagi.

Namun demikian, Neni menilai e-voting bisa menjadi solusi dari transparansi penyelenggaraan pemilu. Dengan sistem ini, pemilu bisa dipantau dengan lebih baik dan akuntabilitas pemilu bisa diperbaiki dengan signifikan.

"Melihat ada banyak kecurangan pada proses pemungutan suara, memang pemilu di Indonesia harus sudah mulai beradaptasi dengan teknologi informasi. Hal ini tentu saja sudah menjadi kebutuhan di pemilu Indonesia," ujarnya. Namun Neni kembali menekankan, jika e-voting tidak disiapkan dengan matang, sistem ini akan berbalik menjadi boomerang yang menyerang kredibilitas penyelenggaraan pemilu. "Evaluasi Pemilu 2024 pada penggunaan Sirekap saya kira ini menjadi pengalaman berharga bagaimana potensi karut marut Sirekap yang tadinya hanya menjadi alat bantu tetapi menjadi polemik karena ketidaksiapan sistem yang kuat di penyelenggara pemilu," tandasnya.

Wacana penggunaan e-voting untuk pemilihan presiden, legislatif dan kepala daerah diucapkan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya dalam rapat kerja bersama DPR-RI, Senin (5/5/2025) kemarin. Dia mengatakan, sistem e-voting berjalan lancar tanpa hambatan pada pemilihan kepala desa (pilkades) di 1.910 desa sejak tahun 2013 hingga 2023. "Jadi e-voting ini memungkinkan, sudah berjalan dengan lancar tidak bermasalah. Nah, karena itu, begitu landasan aturannya sudah jelas, panduannya sudah ada, kita dorong Pilkades ini secara digital," ujar Bima.

Kelancaran proses e-vote ini menjadi dasar agar pemilihan umum bisa dilakukan dengan mekanisme yang sama. "Ini bisa jadi dasar bagi kita untuk melangkah ke babak baru, Pilkada, atau Pileg, atau Pilpres secara digital," ucapnya.

Add a Comment

Your email address will not be published.