Ketatnya Perebutan Suara PSU Pilkada di 4 Daerah Besok, Apa yang Perlu Diwaspadai?

Proses Pemungutan Suara di beberapa daerah yang melaksanakan PSU

Dikutip dari artikel di Kompas.com yang berjudul "Ketatnya Perebutan Suara PSU Pilkada di 4 Daerah Besok, Apa yang Perlu Diwaspadai?" Persaingan antarcalon di empat daerah yang akan menggelar Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Kepala Daerah atau PSU Pilkada 2024, besok (22/5/2025), sangat ketat. Selisih antarcalon tak terpaut jauh sehingga hasil PSU akan menentukan calon kepala-wakil kepala daerah terpilih. Ketatnya persaingan sekaligus membuat rentan gelaran PSU, dari potensi politik uang hingga kerusuhan.

Empat daerah yang diminta oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggelar PSU dimaksud adalah Kabupaten Siak (Provinsi Riau), Kabupaten Barito Utara (Kalimantan Tengah), Kabupaten Bangka Barat (Kepulauan Bangka Belitung), dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur).

PSU tidak diminta di seluruh tempat pemungutan suara (TPS), tetapi hanya di beberapa tempat pemungutan suara (TPS). Di Siak, MK hanya meminta PSU di dua TPS plus PSU bagi pasien dewasa, pendamping pasien, serta petugas dan atau tenaga medis RSUD Tengku Rafian yang pada 27 November 2024 (saat pemungutan suara Pilkada 2024 digelar) belum menggunakan hak pilihnya dan sedang berada di RSUD Tengku Rafian. Kemudian di Barito Utara, PSU hanya di dua TPS; Bangka Barat empat TPS; dan Magetan empat TPS.

Meski tak sampai lima TPS di setiap daerah yang menggelar PSU, hasil PSU di setiap TPS bakal menentukan siapa calon kepala-wakil kepala daerah yang akan memimpin setiap daerah selama lima tahun ke depan. Ini tak lain karena selisih suara yang tipis di antara kandidat jika melihat hasil pleno penetapan suara Pilkada 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setiap daerah.

Di Pemilihan Bupati (Pilbup) Siak, misalnya, raihan suara pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Afni-Syamsurizal, berselisih hanya 224 suara dari paslon petahana nomor urut 3, Alfedri-Husni. Paslon lainnya, nomor urut 1, Irving Kahar Arifin dan Sugianto, meski raihan suaranya terpaut jauh dari kedua paslon, tetapi jika saat PSU ada yang memilih paslon ini, tetap bisa menentukan konstelasi suara.

Begitu pula di Pilbup Bangka Barat. Ada tiga paslon, tetapi hanya dua di antaranya yang berpeluang besar merebut kemenangan di PSU, yakni paslon nomor urut 2, Markus-Yus Derahman yang hanya berselisih 1.426 suara dengan paslon nomor urut 1, Sukirman-Bong Ming Ming. Meski demikian, jika ada suara yang jatuh ke paslon nomor urut 3, Mansah-Dwi Aryani, bakal berkontribusi pada peta suara.

Lain lagi di Magetan, persaingan ketat bahkan terjadi di antara tiga paslon yang ada sehingga hasil PSU masih membuka peluang untuk kemenangan salah satunya. Dari hasil rapat rekapitulasi suara KPU setempat, 3 Desember 2024, paslon nomor urut 1, Nanik Endang Rusminiarti–Suyatni Priasmoro, memperoleh 137.347 suara; paslon nomor urut 3, Sujatno-Ida Yuhana Ulfa, memperoleh 136.083 suara; dan paslon nomor urut 2, Hergunadi-Basuki Babusalam, memperoleh 131.264 suara.

Adapun di Pilbup Barito Utara, selisih perolehan suara lebih tipis lagi, yakni hanya 8 suara. Paslon nomor urut 1, Gogo Purman Jaya-Hendro Nakaleo, memperoleh 42.280 suara; sedangkan kontestan nomor urut 2, Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya, meraih 42.615 suara.

Ketatnya persaingan tentu disadari oleh para paslon. Mereka dengan tim sukses dan partai politik pengusungnya pasti akan bekerja keras untuk bisa meyakinkan pemilih menjelang PSU. Di tengah ketatnya persaingan inilah, penyelenggaraan PSU menjadi sangat rentan dengan pelanggaran.

Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta saat dihubungi, Rabu (19/3/2025), mewanti-wanti soal potensi pelanggaran itu. Potensi pelanggaran paling tinggi adalah kecurangan saat PSU bisa melalui masifnya ”serangan fajar” atau bagi-bagi uang untuk memengaruhi pilihan pemilih jelang PSU.

Selain itu, bisa juga uang ditebar untuk penyelenggara pemilu agar merekayasa hasil PSU. Di sini, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bertugas di tiap TPS yang PSU hingga jajaran KPU setempat dituntut integritasnya. Begitu pula petugas pengawas TPS hingga jajaran anggota Bawaslu di setiap daerah.

Potensi kecurangan lainnya, mobilisasi aparatur sipil negara (ASN) agar mendukung atau memilih calon tertentu di pilkada. ”Di beberapa tempat ada isu dugaan mobilisasi aparatur sipil negara (ASN) juga,” ujar Kaka.

Berkaca pada besarnya potensi pelanggaran itu, Kaka menekankan pada pentingnya supervisi dari lembaga penyelenggara pemilu di atas KPU/Bawaslu yang menyelenggarakan PSU. ”Seharusnya ada supervisi dari tingkat yang lebih atas, baik itu KPU provinsi maupun KPU RI, Bawaslu provinsi maupun Bawaslu RI,” ujarnya.

Supervisi dari penyelenggara pemilu yang lebih tinggi di atas kabupaten diperlukan untuk menjaga independensi penyelenggara pemilu.

Pengawasan Bawaslu, ditekankannya, akan menjadi krusial karena dalam sidang sengketa hasil pilkada (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Bawaslu selalu ditanya apakah sudah melakukan tugasnya sesuai dengan kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

”Dari keempat daerah yang menggelar PSU, ada catatan dari MK terkait dengan lemahnya pengawasan dari Bawaslu. Oleh karena itu, mutlak harus ada supervisi dari Bawaslu ataupun KPU di atasnya untuk menjaga keadilan PSU,” jelasnya.

Di luar itu, peran aparat penegak hukum juga penting. Setiap indikasi pelanggaran harus tegas diusut. Pasalnya, jika tidak, hal itu bisa menimbulkan kemarahan dari salah satu kandidat. Ujungnya, bisa juga menuai kemarahan dari para pendukungnya hingga terjadi kerusuhan.

”Kehadiran aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa para pihak melakukan setiap tindakan politik sesuai dengan koridor undang-undang. Termasuk, mencegah bahwa potensi politik uang itu masih cukup besar di daerah-daerah yang mengalami PSU ini,” tegasnya.

Celah pelanggaran juga harus ditutup agar PSU ini tak diputuskan untuk diulang kembali oleh MK. Hasil dari PSU, apalagi dengan kondisi selisih suara antarkandidat yang ketat, sangat mungkin digugat kembali di MK oleh pihak yang kalah. Jika sampai MK memutus PSU diulang, salah satu yang perlu dikhawatirkan adalah soal ketersediaan anggaran. Di beberapa daerah, anggaran PSU sudah sangat memberatkan keuangan daerah.

Add a Comment

Your email address will not be published.