Lembaga Pemantau Kritik Anjloknya Partisipasi Pilwalkot Bandung, Ini Anggaran KPU
Jabarekspres.com- JABAR EKSPRES – Direktur Democracy and Electoral Empowerement Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati turut merespon anjloknya partisipasi pemilih di Kota Bandung. Menurutnya, hal itu perlu menjadi catatan dan evaluasi serius bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung.
Neni mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan anjloknya partisipasi pemilih itu. “Dari soal teknis dan non teknis,” jelasnya.
Dari sisi teknis misalnya, DEEP masih mendapati pemilih di Kota Bandung belum mendapat C Pemberitahuan hingga masyarakat yang masih belum tau lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) di hari pemungutan. Masalah berikutnya adalah soal aksestabilitas TPS. Dalam pilkada ini jumlah TPS memang lebih sedikit jika dibanding pemilu yang digelar Februari lalu.
Pada prakteknya, beberapa TPS di pemilu kemudian digabung menjadi satu TPS dalam pilkada saat ini. Penggabungan TPS itu di beberapa titik makin mengurangi aksestabilitas pemilih. Misalnya dari lokasi yang semakin jauh dari TPS sebelumnya. “Ini jadi evaluasi penyelenggara pemilu. dalam hal ini KPU. Ini jadi tamparan, mestinya aspek teknis ini tidak perlu terjadi,” tandasnya.
Neni melanjutkan, faktor berikutnya bisa karena adanya kekecewaan dan kejenuhan politik di masyarakat. Pelaksanaan pilkada yang berdekatan dengan pemilu bisa jadi alasan masyarakat kian jenuh. Di samping itu, juga bisa karena pilihan kandidat yang disodorkan partai politik kurang menarik. DEEP juga sempat mewawancari beberapa warga Bandung yang sebenarnya pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi dan melek politik. Mereka cenderung memilih tidak datang ke TPS karena tidak ada kandidat yang sesuai harapan.
Yang tak kalah penting berikutnya adalah dari sisi sosialisasi yang dilakukan KPU Kota Bandung. Menurut Neni, sosialisasinya kurang efektif dan efisien dalam menjangkau pemilih. “Anggaran sosialisasi KPU Kota Bandung itu besar, tapi sepertinya kurang efektif,” jelasnya.
JABAR EKSPRES – Direktur Democracy and Electoral Empowerement Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati turut merespon anjloknya partisipasi pemilih di Kota Bandung. Menurutnya, hal itu perlu menjadi catatan dan evaluasi serius bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung.
Neni mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan anjloknya partisipasi pemilih itu. “Dari soal teknis dan non teknis,” jelasnya.
Dari sisi teknis misalnya, DEEP masih mendapati pemilih di Kota Bandung belum mendapat C Pemberitahuan hingga masyarakat yang masih belum tau lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) di hari pemungutan. Masalah berikutnya adalah soal aksestabilitas TPS. Dalam pilkada ini jumlah TPS memang lebih sedikit jika dibanding pemilu yang digelar Februari lalu.
Pada prakteknya, beberapa TPS di pemilu kemudian digabung menjadi satu TPS dalam pilkada saat ini. Penggabungan TPS itu di beberapa titik makin mengurangi aksestabilitas pemilih. Misalnya dari lokasi yang semakin jauh dari TPS sebelumnya. “Ini jadi evaluasi penyelenggara pemilu. dalam hal ini KPU. Ini jadi tamparan, mestinya aspek teknis ini tidak perlu terjadi,” tandasnya.
Neni melanjutkan, faktor berikutnya bisa karena adanya kekecewaan dan kejenuhan politik di masyarakat. Pelaksanaan pilkada yang berdekatan dengan pemilu bisa jadi alasan masyarakat kian jenuh. Di samping itu, juga bisa karena pilihan kandidat yang disodorkan partai politik kurang menarik. DEEP juga sempat mewawancari beberapa warga Bandung yang sebenarnya pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi dan melek politik. Mereka cenderung memilih tidak datang ke TPS karena tidak ada kandidat yang sesuai harapan.
Yang tak kalah penting berikutnya adalah dari sisi sosialisasi yang dilakukan KPU Kota Bandung. Menurut Neni, sosialisasinya kurang efektif dan efisien dalam menjangkau pemilih. “Anggaran sosialisasi KPU Kota Bandung itu besar, tapi sepertinya kurang efektif,” jelasnya.
Neni menguraikan, beberapa kali sosialisasi yang dilakukan cenderung menyasar organisasi masyarakat atau organisasi yang ada keselarasan dengan latar belakang komisioner KPU. Beberapa organisasi lain yang sebenarnya aktif dalam kegiatan politik tidak dilibatkan. “Termasuk media, pemberitaan KPU kurang masif. Padahal sekarang era digital. Mestinya pemberitaan media bisa lebih masif dari pada diminta untuk melihat website KPU,” tandasnya.
Anggaran Bimtek, Meeting, Rakor
Sementara itu, berdasarkan data Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) yang diakses Kamis (5/12). KPU Kota Bandung mencatatkan 73 rencana paket kegiatan. Tapi kebanyakan adalah kegiatan bertemakan rakor, bimtek dan paket meeting. Itu di luar paket pengadaan sejumlah logistik keperluan pemilu.
Misalnya, bimtek rekapitulasi hitung suara dengan rencana anggaran Rp 72 juta, Paket Meeting Fullboard rakor diseminasi produk hukum dengan rencana anggaran 285 juta, training fasilitasi bimtek KPPS dengan Rp 115 juta, paket meeting rakor logistik dan pertanggung jawaban keuangan Rp 44 juta, bimtek sirekap Rp 185 juta, rakor pembentukan KPPS Rp 36 juta, rapat singkronisasi data pemilih Rp 83 juta, bimtek kode etik Rp 164 juta, rakor penyelenggaraan tahapan dan PKS dengan polrestabes dan kejaksaan Rp 110 juta, meeting fullday rekonsiliasi laporan pertanggung jawaban keuangan Rp 119 juta, bimtek ORTUG badan adhoc Rp 225 juta, bimtek penyusunan identifikasi masalah hukum Rp 76 juta, bimtek terpadu dengan PKK Rp 72 juta, bimtek kuangan badan adhoc Rp 238 juta, rakor persiapan pilkada Rp 72 juta.
Adapun kegiatan bertemakan sosialisasi di antaranya, kegiatan sosialisasi pilwalkot dalam bentuk festival budaya dengan rencana anggaran Rp 500 juta. Kegiatan sosialisasi pada pilwalkot dengan rencana anggaran Rp 575 juta. Debat paslon Rp 3 miliar. Deklarasi kampanye damai Rp 350 juta. Peluncuran tahapan pilwalkot Rp 737 juta. Meeting sosialisasi atau media gathering Rp 24 juta.
Sebelumnya,Ketua KPU Kota Bandung Khoirul Anam mengungkapkan, banyak variable dan faktor yang menyebabkan turunya angka partisipasi itu. “Dari kami KPU kota Bandung sudah berupaya semaksimal mungkin. Kami buat 151 kegiatan di setiap kelurahan di 30 kecamatan masing masing bikin kegiatan. Bahkan dengan 83 organisasi di Kota Bandung bikin kegiatan untuk sosialisasi jadi cukup banyak sosialisasi. Ada sekitar 250 kegiatan,” jelasnya.
Anam melanjutkan, perlu juga ada kebijakan kebijakan baru dari KPU RI untuk memformat pelaksanaan pilkada. Misalnya juga terkait penetapan jumlah pemilih di TPS. Itu menjadi kebijakan di tingkat pusat. “Kami tentu akan evaluasi,” jelasnya.(son)